Minggu, 06 November 2011 | By: Citra Istia

Konflik Antar Kelompok

Hubungan Sosial Antar Kelompok Agama

Bab I
Pendahuluan
Permasalahan antar kelompok telah menjadi perhatian dari berbagai pihak di Indonesia. Pemerintah dan juga lembaga-lembaga tertentu yang berada di Indonesia telah melakukan berbagai usaha dalam menjawab permasalah hubungan antar kelompok di negeri Nusantara ini, yang pada dasarnya adalah wilayah yang terbungkus oleh lingkungan multikultural. Akan tetapi, dalam pandangan masyarakat awam, langkah yang ditempuh oleh pihak-pihak yang harus bertanggung jawab tersebut, terkesan tidak memberikan hasil. Hal ini dinilai dari fakta dan realita yang ada, terutama yang diketahui dari berbagai media massa, bahwa masalah konflik antar kelompok ini tidak pernah menemukan titik temu untuk menyatakan damai.
Salah satu masalah yang sangat sensitif, berhubungan dengan konflik antar kelompok ini, adalah permasalahan agama. Karena dianggap sebagai suatu kepercayaan yang sakral dan suci, dan berlandaskan kepada keyakinan dan moralitas agama tersebut, banyak konflik yang terjadi di masyarakat. Bahkan dalam beberapa kasus telah terjadi proses kriminalisasi terhadap kelompok-kelompok minoritas oleh kelompok dominan, dengan mempermasalahkan penodaan suatu agama dan mengganggu ketertiban umum.
Di Indonesia―struktur masyarakatnya merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, kelompok, dan agama―muncul praktek-praktek eksklusi sosial. Praktek eksklusi berdasar agama ini menyebabkan pengabaian, pengasingan dan pencabutan hak atas orang atau sekelompok orang disebabkan oleh pemahaman tentang agama. Praktek eksklusi ini sering menimpa kelompok minoritas yag memiliki aliran kepercayaan dan kelompok sekte keagamaan yang berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh negara. Pihak yang mempunyai daya untuk melakukan praktek eksklusi sosial terhadap kaum minoritas ini adalah kaum dominan (kelompok agama yang berkuasa) demi memperoleh kekuatan dan perhatian dari penguasa. Pluralitas agama di Indonesia ini di satu sisi menjadi kekayaan bangsa namun di sisi lain juga menjadi ancaman yang berbahaya karena dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial di masyarakat, bahkan disintegrasi nasional.

Banyak konflik yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut.

Bab II
Pembahasan
Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah: mengapa konfik bisa terjadi?. Melihat kepada masalah hubungan antar agama ini, tentu pertanyaan itu harus bisa dijawab terlebih dahulu untuk mencari langkah yang tepat untuk menanggulangi masalah-masalah yang erat kaitannya dengan masyarakat yang multi-budaya.
berdasarkan teori konflik Marx, yang mana dikatakan bahwa di dalam suatu masyarakat dapat dijumpai hal yang dianggap baik oleh suatu golongan atau kelompok, tetapi bersifat relatif, yang berarti kebaikan itu belum tentu baik pula di mata masyarakat lain (golongan atau kelompok lain). Manusia cenderung untuk berusaha mendapatkan hal-hal yang dianggap baik (menurut hemat mereka sendiri) tadi. Karena itulah bisa menimbulkan persaingan antara individu satu dengan individu yang lain atau kelompok yang satu dengan kelompok lain, yang mencakup suatu proses untuk mendapatkan kekayaan, kekuasaan, atau kedudukan. Dan biasanya suatu yang dianggap baik ini adalah sesuatu yang menyangkut kepentingan kelompok yang berkuasa (atau bisa dikatakan kelompok yang dominan). Marx menganggap bahwa proses pertikaian ini adalah proses pertentangan kelas.
Agama terkait dengan keyakinan, yang mana keyakinan ini sangat dijunjung tinggi dan dijaga oleh penganutnya. Seseorang dijadikan pemeluk agama yang sama dengan orang tuanya sejak lahir. Sosialisasi terhadap agama mencakup nilai-nilai, aturan, tata cara, upacara/ritual dan sebagainya yang harus dituruti. Dalam kelompok agama tersebut, kesucian agama dipegang oleh suatu kekuasaan otoritas yang dimiliki oleh pemuka-pemuka agama (ulama atau paus), yang terkadang perkataan (fatwa) dari para pemuka agama ini tidak terbantahkan dan diikuti oleh semua penganutnya. Selain itu adanya perkawinan antara agama dengan negara sehingga agama memiliki kekuasaan yang besar (contohnya pada negara-negara yang memiliki agama mayoritas, seperti Indonesia. Atau daerah yang memiliki agama mayoritas, seperti Islam di Aceh, atau Kristen di Papua).
Penanaman tentang agama ini dimulai sejak lahir dan anak-anak, melalui jalur sistem pendidikan nasional. Norma dan aturan agama tersebut sudah menjadi hal yang lumrah dalam pola pikr masyarakat umumnya. Hal inilah kemudian yang dapat memicu konflik apabila sedikit saja ada gerakan yang menentang arus dari norma dan aturan-aturan tersebut. Konflik ini kemudian mengarah kepada tindakan kekerasan kepada kelompok-kelompok tertentu yang dianggap menyimpang atau melanggar norma agama yang telah berlaku di suatu masyarakat. Pengaruh dominasi juga menjadi penting dalam masalah ini. Terkadang di suatu daerah yang bermayoritas memeluk agama tertentu akan menekan kelompok minoritas yang memeluk agama lain. Ketentuan perundang-undangan dan aturan serta norma dilandaskan pada ketentuan dan norma agama yang dominan di daerah itu. Contohnya di Aceh yang menerapkan hukum Islam.

Bab III
Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada Bab sebelumnya, penyusun mendapatkan beberapa kesimpulan mengenai masalah yang terjadi antara agama-agama di Indonesia (dalam sudut pandang teori konflik), antara lain sebagai berikut:
  1. Di Indonesia masih banyak terjadi konflik yang disebabkan oleh agama itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh kurangnya toleransi antar umat beragama karena masih merasa agama yang mereka anut adalah yang paling benar.
  2. Masih terdapatnya kelompok agama yang dominan di beberapa daerah di Indonesia yang dapat menyebabkan timbulnya suatu keadaan yang memarginalkan kelompok lain.
  3. Banyak aturan-aturan baru dari suatu agama yang membuat rumit agama itu sendiri sehingga menimbulkan pertentangan dengan norma-norma yang ada, yang mengakibatkan konflik.
  4. Penyebab utama terjadinya konflik agama adalah disebabkan oleh pengaruh kelompok agama itu sendiri yang sangat dominan di masyarakat. Selain itu agama juga menjadi alat bagi kaum elite tertentu untuk mempertahankan kekuasaannya.
Dari sekian banyak kasus yang telah diuraikan, pemerintah sudah berupaya mengeluarkan kebijkan-kebijakan untuk menangggulangi atau menyelesaikan konflik tersebut. Namun, penerapan upaya tersebut kurang maksimal karena masih banyak sifat egois dari masing-masing penganut agama yang fanatik sehingga tidak mau mengindahkan kebijakan-kebijakan tersebut.
Saran dari penyusun dalam menghadapi masalah hubungan antar agama ini adalah kembali kepada diri individu masing-masing. Karena umat antar agama seharusnya memiliki keterbukaan dalam menanggapi dan melihat perbedaan yang ada di antara mereka. Selain itu, sangat diharapkan kebijakan dari pemerintah untuk mengambil langkah dalam menyelesaikan malasah konflik yang terjadi antar agama-agama di Indonesia. Seyogyanya pemerintah mengambil langkah untuk menanamkan makna pluralisme, multikultural, dan masyarakat yang majemuk kepada masyarakat melalui sistem pendidikan nasional dan dimulai dari usia dini.

Referensi
Soekanto, Soerjon. Teori Sosiologi : Tentang Pribadi Dalam  Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
Thayib, Anshari dkk. HAM dan Pluralisme Agama. Surabaya: Pusat Kajian Strategi dan Kebijakan (PKSK), 1997